Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) hingga masa sidang berikutnya. Langkah ini diambil di tengah sorotan publik terhadap substansi RUU yang dinilai kontroversial dan desakan agar proses legislasi berlangsung transparan.
Sejumlah tokoh dan kelompok masyarakat sipil mengkritik potensi pasal bermasalah dalam draf KUHAP baru. Sementara, pimpinan Komisi III bersikeras bahwa pembahasan dilakukan secara terbuka dan partisipatif.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyatakan rapat tidak akan digelar pada masa sidang sekarang yang hanya berlangsung sekitar satu bulan (17 Maret-16 April 2025).
“Masa sidang ini praktis hanya berlangsung 1 bulan dan 25 hari kerja. Maka kami bersepakat belum membahas RUU KUHAP di masa sidang saat ini, kita hold dulu,” ujar Habiburokhman usai Rapat Paripurna pembukaan masa sidang, kamis (17/4).
Menurut Habiburokhman, idealnya pembahasan undang-undang ini memakan waktu dua kali sidang penuh. Dengan batas waktu yang ada sekarang, DPR khawatir pembahasan RUU tidak akan komprehensif jika dipaksakan.
Meski ditunda, Komisi III DPR RI memastikan bahwa proses penyusunan tetap berjalan secara terbuka dan transparan. Ia juga membantah tudingan mengenai penyusunan RUU KUHAP yang tertutup.
“Justru ini undang-undang yang paling partisipatif dan transparan. Kita lakukan rapat-rapat terbuka, bahkan live streaming (siaran langsung),” melansir Tempo.
Menurutnya, Komisi Hukum DPR bahkan menggelar sejumlah kegiatan sosial dan diskusi publik, yang salah satunya digelar melalui seminar daring dengan 7.300 peserta.
Habiburokhman menyebutkan, selama proses penyusunan draf RUU KUHAP, komisi yang membidangi telah melakukan delapan kali penyerapan aspirasi dengan berbagai pihak, seperti Mahkamah Agung, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan advokat.