Hentikan Politik Uang Jelang Pemilu Ulang

Ilustrasi masyarakat menolak politik uang.
Ilustrasi masyarakat menolak politik uang.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersiap menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi di 24 daerah. PSU dilakukan ketika terjadi hal-hal tertentu seperti yang tertuang dalam Pasal 372 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Adanya PSU memberikan sinyal bahwa demokrasi di Indonesia tak baik-baik saja karena meskipun sah secara prosedural, tetapi bermasalah secara substansial.

 

Tak dapat dipungkiri bahwa kegiatan pertarungan ulang bagi para pasangan calon bupati dan calon walikota ini rentan terjadi kecurangan karena adanya politik uang. Secara sederhana, politik uang dapat didefinisikan sebagai bentuk suap kepada orang yang memiliki hak dalam pemilu agar memberikan hak pilihnya kepada calon tertentu dengan diberi uang atau barang.

 

Hingga saat ini, praktik tersebut masih banyak dijumpai dengan modus yang beragam. Mulai dari pemberian uang tunai, barang mahal dalam bentuk perlengkapan rumah tangga, dan lain sebagainya, kepada para pemilih agar memilih calon yang diusung. Sebagai contoh, di daerah Serang, pengamat politik sekaligus peneliti senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menilai bahwa penyelenggaraan PSU Pilkada Kabupaten Serang memiliki tingkat kerawanan politik uang lebih tinggi dibandingkan saat pemungutan suara pertama. Adanya fenomena tersebut menandai bahwa perlu ditingkatkannya kinerja Bawaslu terhadap penyelenggaraan dan pengawasan PSU.

 

Politik uang tentu saja mencoreng wajah Indonesia sebagai negara demokrasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa lemahnya regulasi yang mengatur mengenai politik uang menjadi faktor utama praktik tersebut sulit untuk diberantas. Hingga saat ini, regulasi yang ada mengatur sanksi bagi pemberi politik uang, tetapi tidak ada sanksi bagi penerima padahal mereka juga bersalah.

 

Menghentikan praktik politik uang, tidak cukup hanya dengan pendekatan penegakan hukum, tetapi dibutuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat secara aktif. Masyarakat yang memiliki hak pilih dalam pemilu harus secara tegas menolak pemberian uang atau barang dari para pihak yang bersangkutan.

 

Adanya budaya masyarakat di Indonesia yang mengakar dengan menganggap bahwa pemberian seseorang tidak boleh ditolak dan harus membalas pemberian tersebut, dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menjalankan politik uang. Oleh karena itu, masyarakat harus menolak politik uang secara tegas. Dengan menolak praktik tersebut, akan terciptanya pemilu yang luber jurdil serta masyarakat dapat menentukan sendiri orang yang cocok untuk menjadi pemimpin.