Internal KPK Bergejolak

Komunikasi memerankan peran penting di dalam membangun kesepahaman. Tidak hanya merupakan kebutuhan, komunikasi adalah tuntutan kodrati manusia sebagai makhluk simbolik. Simbol adalah bahasa, yang mengharuskan penafsiran. Tidak hanya tuturan, setiap tindakan adalah bahasa yang membungkus makna tertentu, entah disadari entah tidak. Komunikasi adalah upaya untuk menafsirkan bahasa tersebut (Habermas, 1981).

 

Di pekan kedua bulan April, beberapa pemberitaan menembus kanal-kanal media internasional, nasional, dan lokal. Berikut adalah beberapa isu yang memiliki popularitas peringkat atas. Pertama, Pemerintah China menuntut APBN menjadi jaminan bunga atas pinjaman utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Kedua, kasus penundaan pemilu kembali mencuat. Ketiga, kontroversi di tubuh KPK buntut pemecatan Brigadir Endar semakin memanas. Keempat, terbebasnya terpidana kasus korupsi proyek Hambalang Anas Urbaningrum dari Lapas Kelas I Sukamiskin memancing banyak spekulasi politik. Terakhir, harga barang di Pasar Cilegon rupanya lebih tinggi dibandingkan beberapa kota lain. Suhu panas di lembaga anti rasuah akan menjadi fokus pembahasan esai ini.

 

Brigjen Pol Endar Priantoro diberhentikan melalui surat Nomor 152/KP.07.00/50/03/2023 yang diterbitkan Sekretaris Jenderal KPK, Cahya H. Harefa pada 31 Maret 2023. Padahal sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengeluarkan Surat Perintah tertanggal 29 Maret 2023 yang memerintahkan Endar untuk melaksanakan perpanjangan penugasan kedua sebagai Direktur Penyelidikan KPK (cnnindonesia.com, 2023).

 

Pemecatan mantan Direktur Penyelidikan KPK tersebut sontak memicu spekulasi dan eskalasi konflik internal KPK. Para Pegawai kepolisian yang dipekerjakan (PNYD) di KPK meminta klarifikasi pimpinan KPK memberhentikan Brigjen Endar, tetapi pimpinan KPK malah mengancam menjatuhkan sanksi. Alhasil, para PNYD pun walk out (kompas.com, 2023).

 

Tidak hanya memanas di internal, pimpinan KPK pun mendapat kecaman dari berbagai pihak yang tergolong ke dalam aktivis antikorupsi, mulai dari mahasiswa hingga para mantan pimpinan tinggi KPK (tempo.co, 2023). Kelompok ini melaporkan Firli Bahuri atas dugaan pelanggaran etik pemberhentian Brigjen Endar dan dugaan kebocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi tukin di Kementerian ESDM (tempo.co, 2023).

 

Alasan pemecatan Brigjen Endar diduga mengada-ada. Namun, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengklaim, pemberhentian Endar murni karena persoalan masa tugas yang selesai. Menurut Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, pemberhentian Brigjen Endar pun sudah sesuai prosedur hukum, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (detik.com, 2023). Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk menilai Brigjen Endar pantas dipecat sebagai konsekuensi dari gaya hidup mewah yang dipertontonkan istrinya saat bepergian ke luar negeri dengan helikopter (sindonews.com, 2023).

 

Polemik di dalam tubuh KPK bukan hal baru. Sejak didirikan pada 29 Desember 2003 hingga beberapa kali mengalami estafet kepemimpinan, lembaga anti rasuah ini tidak steril masalah. Meskipun begitu, kontroversi kali ini perlu dipelototi publik karena beberapa alasan penting. Pertama, KPK memang seakan berlangganan dengan masalah, tetapi itu bukan masalah. Justru bermasalah jika KPK melenggang mulus. Medan kerja KPK memang beresiko. Tidak hanya mengadu mulut, pegawai KPK kerap terancam nyawa. Menyergap, menangkap, dan menyeret penjahat berdasi ke ruang pengadilan adalah pekerjaan mulia, tetapi mahaberat. Maka, KPK perlu didukung secara etis, politik, dan hukum, betapapun raut wajah KPK dipenuhi masalah.

 

Kedua, konflik di dalam internal KPK kali ini agak berbeda pola dengan konflik sebelumnya. Jika pimpinan KPK pernah berkonfrontasi dengan pimpinan Polri, kali ini pimpinan Polri bentrok dengan pimpinan KPK yang adalah juga seorang anggota Polri. Maka, masalahnya tidak hanya konflik KPK vs Polri seri II, melainkan masalah di dalam tubuh Polri. Ketidakkompakan Polri kelihatan. Karena itu, kritik masyarakat luas seharusnya tidak hanya ke pihak KPK, tetapi juga ke institusi Polri. Lebih dari itu, konflik perlu diinvestigasi lebih lanjut untuk mengetahui intrik di baliknya: apakah murni masalah hukum kelembagaan atau sentimen pribadi, atau ada kepentingan politis. Hal ini sangat penting untuk mencegah libido politik praktis menembus tembok tebal KPK.

 

Ketiga, Ketua KPK Firli Bahuri sering menjadi buah bibir publik sejak menjabat. Pelanggaran etik berkali-kali dituduhkan. Namun sosok ini terus dan tetap berkuasa di kursi kepemimpinan KPK. Maka perlu dicari tahu: apakah Firli memang berada di kubu yang benar sehingga bersikeras melawan pembungkaman kejahatan oleh massa atau sebaliknya ia bertindak sewenang-wenang karena memiliki kuasa?

 

Keempat, dalam sistem politik demokratis, popularitas adalah kapital simbolik yang mudah sekali dikonversi menjadi elektabilitas (Peltonen, 2013). Sepak terjang Ketua KPK Firli Bahuri perlu diawasi, terutama kedekatannya dengan para politisi. Popularitas Firli dapat menjadi magnet bagi partai tertentu. Sebagai barternya, Firli bisa saja menutup mata terhadap kejahatan white-collar tertentu.

 

Kelima, konflik antar lembaga tinggi negara kelihatan begitu lumrah di republik ini. Di alam demokrasi, perbedaan pendapat adalah humus, tetapi akan menjadi hama bila terjerumus ke dalam konflik. Harus diingat, stabilitas sosial-politik dan indeks persepsi korupsi menjadi barometer investasi asing (theindonesianinstitute.com, 2023).

 

Jika KPK dibiarkan berlarut-larut di dalam masalah, dampaknya tidak hanya terhadap instansi KPK, tetapi juga pertumbuhan ekonomi nasional. Maka, KPK perlu ditertibkan dengan belajar membangun komunikasi dengan sesama pimpinan lembaga tinggi negara. Komunikasi adalah prasyarat dasar untuk membangun kesepahaman (Habermas, 1981). Tidak hanya itu, keadilan sosial hanya dapat dicapai bila lembaga-lembaga tinggi negara berkolaborasi di dalam mengadministrasi kepentingan masyarakat (Ricoeur, 1992). Hanya ada progress bila ada order.