Pesan Kebangsaan Surya Paloh Dalam Diri Ilham Habibie

Ilustrasi B. J. Habibie (Sumber: Instagram b.jhabibie dan diolah tim Suryakanta Institute)

Surya Paloh selalu memberikan kejutan dalam setiap momen politik bangsa ini. Setelah mengambil langkah yang sangat berani dan berisiko dalam mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden yang diusung Partai NasDem bersama PKB dan PKS pada pilpres 2024, beliau juga mengejutkan semua pihak dengan mengusung Ilham Akbar Habibie sebagai calon gubernur Jawa Barat. Sebagai ketua umum Partai NasDem, Surya Paloh memberikan surat rekomendasi secara langsung kepada Ilham Habibie di NasDem Tower pada tanggal 6 Juni 2024.

 

Kejutan yang dirasakan publik atas pencalonannya sebagai calon orang nomor satu di Provinsi Jawa Barat sangat beralasan. Ilham Habibie dinilai sulit untuk bersaing karena elektabilitas dan pengalaman politik beliau belum dapat menjadi modalitas memperebutkan kursi gubernur. Sama seperti sang ayah, publik lebih mengenal Ilham Habibie sebagai teknokrat (insinyur dan akademisi) dalam bidang kedirgantaraan. Atas dasar pertimbangan itulah masyarakat tidak mengenalnya sebagai politisi, sehingga tidak heran jika elektabilitasnya kalah jauh dari Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, Bima Arya, dan tokoh populis lainnya.

 

Re-imajinasi Kesuksesan Pemerintahan B. J. Habibie

 

Munculnya Ilham Habibie dalam panggung politik nasional saat ini sontak membuat ingatan publik kembali ke masa pemerintahan sang ayah. Sejarah telah mencatat bahwa kinerja B. J. Habibie sebagai presiden transisi pasca tumbangnya orde baru mampu membawa semangat baru bukan hanya dalam tata pemerintahan, namun juga dalam setiap sendi kehidupan masyarakat. F. Budi Hardiman dalam buku Dalam Moncong Oligarki: Skandal Demokrasi di Indonesia (2013) menguraikan dua aspek yang ditonjolkan B. J. Habibie dalam masa pemerintahannya yakni legal-politis dan sosio-kultural. Aspek lain yang perlu dicatat dan masih membekas di benak masyarakat yakni penguatan sistem ekonomi.

 

Pertama, aspek legal-politis. Di awal reformasi B. J. Habibie mengambil inisiatif untuk membebaskan tahanan politis, memberi ruang yang kondusif kepada pers, menghapus pembatasan untuk membentuk partai-partai politik, serikat-serikat kerja, dan yang mendasar adalah menyiapkan pemilihan umum demokratis. Berkaitan dengan poin terakhir, kita bisa melihat sikap negarawan B. J. Habibie dengan tidak mencalonkan diri sebagai presiden selanjutnya. Padahal dengan kekuasaan yang dimilikinya saat itu, ia bisa saja melanggengkan jabatan sebagai presiden selanjutnya.

 

Kedua, aspek sosio-kultural. Di era B. J. Habibie, militer meninggalkan dwi fungsinya, menarik diri dari politik praktis dan mulai diawasi oleh parlemen. Untuk mengakhiri warisan Soeharto yang diskriminatif terhadap etnis Tionghoa, ia mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan pemakaian istilah dikotomis pribumi dan nonpribumi. Proteksi atas minoritas etnis dan religius juga merupakan kondisi yang tidak bisa ditawar-tawar untuk penguatan masyarakat warga secara sosio-kultural.

 

Ketiga, aspek penguatan sistem ekonomi. Pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan B. J. Habibie selama masa pemerintahannya yakni memperbaiki krisis ekonomi. Ada beberapa kebijakan yang dikedepankan agar Indonesia keluar dari krisis ekonomi, seperti melakukan restrukturisasi perbankan, mengesahkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat, dan lain-lain. Hasilnya nilai tukar Dollar AS dari semula Rp17.000 menjadi Rp7.000; pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya -13 persen menjadi 2 persen; dan inflasi sukses diturunkan dari 77,6 persen menjadi 2 persen.

 

Dialektika Kehidupan Berbangsa

 

Sebagai seorang politisi senior, Surya Paloh cerdas dalam menangkap keinginan publik di tengah merosotnya nilai legal-politis, buruknya aspek sosio-kultural, dan ancaman krisis ekonomi pasca Presiden Jokowi. Hal ini diperparah dengan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan pusat sampai daerah (provinsi dan kabupaten/kota), dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu demi mencari politisi yang berkompeten. Akibatnya, suara dapat ditukar dengan uang atau money politic (Aspinal & Berenschot, 2020). Pemilu hanya dianggap sebagai tontonan fiksi lima tahunan yang tidak perlu dianggap serius.

 

Gerak politik Surya Paloh dengan mengusung Ilham Habibie menjadi calon gubernur Jawa Barat sarat akan pesan kebangsaan. Pesan utama yang ingin disampaikan kepada publik bahwa kondisi Indonesia saat ini merupakan bagian dari dialektika kehidupan berbangsa. Bangsa ini pernah mengalami situasi penjajahan, tetapi kemudian mampu melahirkan kemerdekaan. Begitu juga dengan situasi Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun pada akhirnya tumbang dan sistemnya diperbaiki oleh seorang B. J. Habibie. Kemunduran nilai demokrasi dan sistem ekonomi yang tidak berdampak positif kepada masyarakat selama dua dekade terakhir bisa berubah menjadi situasi yang kondusif dan mampu memberi arah baru untuk Indonesia yang lebih baik.

 

Cara Surya Paloh dengan menghadirkan Ilham Habibie dalam panggung politik nasional bukan sekedar tawaran politik, melainkan bertujuan membangkitkan harapan masyarakat untuk Indonesia yang lebih baik. Di dalam dirinya, masyarakat Indonesia melihat gambaran sang ayah yang mampu mengatasi situasi pelik kehidupan berbangsa dalam waktu yang sangat singkat (satu tahun lima bulan). Ilham mempunyai kemampuan dan garis sejarah yang sama seperti sang ayah, yakni teknokrat dalam bidang kedirgantaraan. Pengalaman yang patut diterapkan dalam bidang politik pemerintahan. Hal tersebut bisa menjadi alasan Ilham Habibie dicalonkan oleh Partai NasDem untuk berlaga di Pilkada Jawa-Barat.

 

Presiden Republik Indonesia dari Soekarno sampai Joko Widodo berasal dari tiga latar belakang yang berbeda yakni teknokrat, militer, dan politisi. Sejarah telah membuktikan bahwa cara pemimpin Indonesia yang mempunyai latar belakang teknokrat dalam menjalankan roda pemerintahan sangatlah berbeda. Kelebihan mereka ada pada cara berpikir teknik-induktif yakni kemampuan mengabstraksikan setiap permasalahan dan menerjemahkannya ke dalam kebijakan yang pro pada kepentingan umum. Indonesia saat ini membutuhkan pemimpin teknokrat demi generasi emas 2045. Sebagai negarawan yang berpikir progresif, Surya Paloh telah menyiapkan dan menitipkan cita-cita tersebut dalam diri Ilham Habibie.