Politik Uang hingga Sandera KTP Warnai PSU Gorontalo

Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Gorontalo Utara akan digelar pada Sabtu (19/4) mendatang. Dinamika kampanye dalam memperebutkan suara rakyat Gorut terasa semakin panas. Masyarakat Gorut dituntut untuk melek politik. Pasalnya, praktik jual-beli suara telah dirasakan melukai sebagian besar masyarakat calon pemilih.

 

Melansir dari Antara, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Gorontalo Utara, resmi menerima laporan dugaan pelanggaran dalam PSU Gorut tahun 2025.

 

“Kami menerima dua laporan dugaan pelanggaran. Keduanya terkait dugaan adanya pengumpulan KTP milik masyarakat yang merupakan wajib pilih. Pengumpulan tersebut terjadi di Kecamatan Anggrek, serta Kecamatan Tolinggula,” ungkap Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Parmas, dan Humas (HP2H) Bawaslu Gorut, Fadli Bukoting, di Gorontalo, Senin (14/4).

 

Di hari yang sama, Agus Musada, warga Gorut, melaporkan tiga orang yang diduga terlibat dalam pembagian uang kepada masyarakat di Kecamatan Anggrek. Agus bertekad melawan politik uang yang melecehkan demokrasi.

 

“Ini bukan hanya soal menang atau kalah dalam Pilkada. Ini soal keberanian melawan praktik kotor yang melecehkan demokrasi,” Agus menyatakan kepada awak media, dikutip dari Geotimes.

 

Warga di Ponelo mengaku dijanjikan sejumlah uang dengan syarat pengumpulan KTP asli sebagai bukti dukungan kepada paslon.

 

“Saya sudah berulang kali didatangi tim sukses dari salah satu paslon. Mereka meminta saya memilih paslon yang didukung dan akan memberikan sejumlah uang, tapi KTP saya diminta sebagai jaminan. Saya tidak berani berikan,” kesaksian seorang warga, pada Jumat (11/4) dikutip dari Antero Nusa.

 

Ditemui secara terpisah, di Desa Bulalo, Kwandang, Pilwan M (50) turut membagikan pengalamannya menolak pengambilan KTPnya oleh tim sukses salah satu paslon.

 

“Saya dan tetangga di sini dimintai KTP asli. Setelah pemilihan mau dikasih uang. Ada yang seratus ribu, ada yang dua ratus ribu. Masalahnya, KTPnya juga bisa saja dibalikkan setelah pemilu. Jadi, kami rasa, bisa saja kami tidak pengang KTP saat hari pemilu. Makanya, kami tolak,” Pilwan menceritakan.

 

Fenomena politik uang juga terjadi dalam kampanye pamungkas yang digelar secara akbar di lapangan terbuka, Desa Molingkapoto, Kecamatan Kwandang. Aksi menghamburkan uang mewarnai massa pendukung yang tengah berkumpul di lapangan.

 

Sekretaris DPD NasDem Gorut, Hendra Nurdin menyayangkan adanya aktivitas melempar-lempar uang.

 

“Sangat menyayangkan adanya aksi seperti itu, aksi yang sangat merusak proses demokrasi kita,” katanya Hendra, dikutip dari Publishare Media.