Semester pertama 2025 diwarnai Pemilihan Suara Ulang (PSU) kepala daerah yang digelar di sebanyak 24 daerah. Sebagaimana fenomena pemilu yang telah lama melekat dalam dinamika pemilu di Indonesia, dalam PSU pun masif pergerakan politik uang. Praktik distribusi politik uang hampir seluruhnya akan dilakukan oleh tim sukses kandidat.
Tak sekadar memberikan uang, anggota tim sukses biasanya akan mendatangi calon pemilih dengan berbagai retorika. Ada kalanya mereka akan menawarkan janji politik berupa program kerja. Namun begitu, banyak pula yang membawakan dengan narasi ancaman. Misalnya, kelompok masyarakat terancam kehilangan suatu fasilitas umum jika kandidat tidak terpilih.
Transaksi politik uang juga tidak sekadar serah-terima sejumlah uang. Calon pemilih dituntut memasukkan identitasnya sebagai pendukung kandidat. Bisa dalam bentuk tanda tangan, atau pengumpulan fotocopy kartu identitas. Kejadian di Kabupaten Gorontalo Utara, termuat dalam media lokal Antero Nusa, bahkan terdapat masyarakat yang diminta menyerahkan KTP asli.
Padahal, memindahtangankan KTP melanggar hukum. Pasal 95A UU 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan, melarang KTP untuk diserahkan kepada orang lain. Selain itu, penyanderaan KTP asli dapat berpotensi menghambat calon pemilih dalam menggunakan hak pilihnya pada hari pemilihan di TPS.
Seseorang menjadi terancam kehilangan hak pilihnya karena kendala administrasi berupa ketiadaan syarat untuk memilih. Proses berdemokrasi pun menjadi tercederai. Sehingga, pengambilan KTP dengan alasan bukti dukungan kepada kandidat, jelas tidak dapat dibenarkan.