Suryakanta Institute berkolaborasi dengan Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM dan Matsushita Gobel Foundation menyelenggarakan Diskusi dan Bedah Buku Praksis Pancasila: Pengamalan Ideologi di Perusahaan Gobel. Acara dilangsungkan selama tiga jam di Auditorium Learning Center FEB UGM Lantai 8, Selasa (25/2).
Penulis buku, Nasihin Masha, membuka acara dengan menyatakan bahwa buku Praksis Pancasila ditulis dalam sudut pandang seorang wartawan. Buku ditulis atas kekhawatirannya terhadap Pancasila yang mulai sayup-sayup dilupakan.
“Concern saya menulis buku ini karena sayup-sayup Pancasila dilupakan setelah era reformasi. Sedangkan, sehebat apapun kita menerapkan demokrasi, kalo tidak berakar, pasti jatuh lagi. Negara maju itu akarnya harus tetap ada pada masyarakatnya sendiri.” Nasihin menyampaikan gagasannya.
Sebagai sosok yang pernah menjadi bagian dari perusahaan Gobel, penulis juga memberikan kesaksian Gobel Group mengamalkan Pancasila dalam menjalankan perusahaan. Thayeb Gobel berprinsip bahwa berbisnis atau industri sebagai ruang pengabdian pada negara.
Agus Wahyudi sebagai Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM turut berbagi cerita implementasi nilai-nilai Pancasila dalam menjalankan profit center PSP UGM, Kafe Podocarpus. Ia menyimpulkan bahwa rasa kepemilikan staf dengan tempat kerjanya akan berpengaruh pada tingkat inovasi yang ada di dalam suatu sektor usaha.
Dumairy yang tengah mengampu sebagai dosen di Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) UGM menitikberatkan pembahasan pada aspek ekonomi kerakyatan. Landasan kemunculan ekonomi kerakyatan bermula dari pemikiran untuk mendasarkan perekonomian pada rakyat.
“Ekonomi Pancasila tidak sama dengan Ekonomi Kerakyatan. Ekonomi Kerakyatan bagian dari Ekonomi Pancasila, karena kerakyatan hanya salah satu nilai Pancasila. Sehingga, perekonomian Indonesia seharusnya bukan sekedar merakyat, tapi juga Pancasilais.” Dumairy dalam paparannya.
Maharani Hapsari menyoroti pentingnya refleksi terhadap Pancasila di tengah terjadinya situasi tarik-menarik kekuatan pemerintahan dan pasar, juga krisis dalam multilateralisme dan globalisasi yang hanya berorientasi pada profit.
“Multilateralisme sedang dalam krisis, padahal bisnis harus selalu tumbuh untuk menghidupi banyak orang. Menurut ekonomi politik internasional, perusahaan perlu bermain pada salah satunya aras mikro yang meliputi manajemen internal perusahaan dan struktur nilai tambah dari perusahaan melalui berbagai produk.” Papar perempuan yang akrab disapa Rani itu.
“Globalization from below yang sedang krisis ini logikanya hanya profit. Penting untuk memberi perhatian pada strategi transformasi dalam bentuk kesempatan bertukar ilmu. Staf perlu tahu bisnis dari ujung ke ujung, pengetahuan dari berbagai unit bisnis itu lebih berharga, bahkan mungkin lebih berharga dari gaji bulanan, karena inovasi menjadi yang utama.” Lanjut Rani.
“Fenomena penurunan standar kesejahteraan karyawan perlu dicegah. Negara-negara kini terjebak pada standar lingkungan yang tidak diterapkan dengan baik sehingga menyebabkan krisis bagi dunia usaha sendiri. Ketiadaan instrumen untuk mengelola eksternalitas pasar akan menggagalkan pertumbuhan dunia usaha.” Rani mengelaborasi.
Andreas Budi Widyanta, yang banyak dikenal dengan panggilan Abe memulai sesi dengan berefleksi bahwa bedah buku dilakukan bersamaan dengan banyaknya kritik masyarakat sipil terhadap kebijakan negaranya.
“Buku Praksis Pancasila hadir di tengah subversif teriakan masyarakat dari tagar Indonesia Gelap dan Kabur Aja Dulu. Sehingga, buku ini dapat dipahami sebagai sesuatu yang menegaskan pentingnya praktik Pancasila. Meyakinkan pada kita bahwa Pancasila masih relevan hingga hari ini, sebagai sebuah cahaya di tengah kegelapan.” Abe menuturkan.
Abe dalam paparannya lebih banyak mengulas kembali perjalanan Thayeb Gobel dalam mengamalkan Pancasila di perusahaannya. Ia mengenang Ebu, nama kecil Thayeb Gobel, yang bercita-cita menjadi pengusaha sukses.
“Bagi Ebu, menjadi pengusaha, tidak bisa hanya mengandalkan otot, tetapi juga akal. Ia mengambil langkah dengan belajar pada guru besar bangsa untuk melengkapi aspek pikirnya menjadi orang yang berilmu.”
“Thayeb Gobel tidak hanya berperan sebagai intelektual organik, tetapi juga nasionalis. Hal itu terlihat dari struktur perusahaannya. Bahkan, Thayeb Gobel adalah sosok yang multifaset, dalam dirinya dia tidak hanya berperan sebagai pengusaha, tetapi juga nasionalis, patriot, dan intelektualisme.”
Abe juga memanfaatkan momentum bedah buku untuk menyampaikan catatan penting agar dapat dimuat dalam karya selanjutnya. Mengenai perusahaan Gobel yang telah menerapkan manajemen Pancasilais patut menyampaikan kiat-kiatnya dalam pencegahan praktik korupsi.
“Setidaknya, pengamalan nilai-nilai Pancasila yang berhasil mencegah korupsi di dalam perusahaan, itu dapat menjadi contoh praktik bernegara dalam aspek pemberantasan korupsi.” Pungkas Abe.
Forum diskusi dan bedah buku Praksis Pancasila juga dihadiri oleh IGK Manila yang turut menggarisbawahi pentingnya penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
“Praksis Pancasila menghadirkan peran penting Thayeb Gobel dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, khususnya dalam bidang penyiaran. Tidak hanya berkontribusi dalam sejarah bangsa, Thayeb Gobel juga konsisten mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam kepemimpinannya di dunia bisnis.” Kenang Purnawirawan TNI tersebut.
IGK Manila juga mengajak untuk berefleksi tentang sejauh mana seorang warga negara dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
“Thayeb Gobel menjadi sebuah keteladanan sekaligus autokritik untuk kita semua, apakah kita ini telah mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila, paling tidak dalam tindak perilaku keseharian?”
“Lebih dari sekadar wawasan ekonomi, buku ini memberikan inspirasi bagi berbagai aspek kehidupan. Bacalah buku Praksis Pancasila karena akan memberikan inspirasi, tidak hanya dalam bidang ekonomi namun juga nilai-nilai yang dapat Anda ilhami sebagai bagian dari bangsa dan negara.” IGK Manila dalam memberikan pesan penutup acara diskusi.
Gelaran diskusi buku Praksis Pancasila diikuti ratusan peserta yang hadir secara langsung dan puluhan peserta mengikuti secara online. Para peserta hadir dari beragam latar belakang dan berbagai daerah yang ada di Indonesia.