Efisiensi Anggaran: Hemat atau Korbankan Masa Depan?

Beberapa waktu belakangan ini publik diresahkan dengan pemangkasan anggaran belanja pemerintah sebagai dampak dari pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengharuskan efisiensi belanja APBN senilai Rp306,7 triliun. Tak dapat dipungkiri, kebijakan efisiensi yang diambil oleh presiden berimbas pada pos anggaran pendidikan di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek).

 

Keresahan meningkat ketika efisiensi anggaran akan mempengaruhi pos-pos belanja yang akan berdampak langsung pada pemberian tunjangan kinerja dosen non ASN. Termasuk juga pada pemberian berbagai jenis beasiswa kepada para mahasiswa yang selama ini bergantung penuh pada anggaran pemerintah.

 

Beasiswa dimaksud antara lain program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik), Beasiswa Kerjasama Negara Berkembang (KNB), serta Beasiswa Dosen dan Tenaga Pendidik di dalam maupun luar negeri. Kebijakan yang diambil dalam jangka panjang mungkin saja memberikan dampak pada peningkatan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi.

 

Penghematan besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintahan saat ini menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat. Akankah penghematan ini memberikan dampak yang baik? Apakah prioritas program Makan Bergizi Gratis memang harus dilakukan dengan mempertaruhkan masa depan anak bangsa?

 

Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 berbunyi “negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah”. Aturan ini menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan program prioritas yang dijalankan dalam roda pemerintahan.

 

Konstitusi juga menunjukkan bahwa pendidikan adalah cita-cita bangsa yang perlu diprioritaskan untuk memajukan Indonesia. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh bangsa ini, harus diimbangi dengan kemajuan di bidang pendidikan, sehingga harapan untuk memiliki sumber daya manusia berkualitas pun dapat diwujudkan.

 

Berkaca dari negara-negara maju seperti Jerman, Finlandia, Swedia dan beberapa negara Eropa lainnya, pendidikan tinggi menjadi hak bagi warga negaranya. Penyelenggaraan pendidikan diberikan secara gratis. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah negara-negara tersebut untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi seluruh warga negara. Hal yang berbeda dengan Indonesia, di mana pemerintah lebih memprioritaskan makan gratis, alih-alih pendidikan gratis.

 

Masa depan bangsa ini sedang diletakkan pada para generasi penerus yang akan berkontribusi langsung pada pembangunan. Generasi yang unggul, dan berdaya saing tinggi sedang dinantikan untuk tercapai di tahun 2045. Kebijakan publik sejak hari ini seharusnya mampu mengakomodir ketercapaian visi Indonesia Emas.