Refleksi kebijakan Indonesia atas pertahanan dan keamanannya saat ini berpijak pada pelaksanaan ketertiban dunia. Indonesia tidak berpihak pada siapa saja, melainkan perdamaian. Pemaknaannya pertahanan negara yang kuat akan mendukung dan mengamankan pembangunan nasional sebagai bentuk untuk mencapai tujuan nasional selayaknya dalam Pembukaan UUD 1945.
Pertahanan negara Indonesia berpedoman pada sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang mensinergikan warga negara, wilayah dan sumber dayanya untuk mencapai sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata) yang terintegrasi. Pekan ketiga awal tahun ini setidaknya ada lima isu populer pada kategori pertahanan keamanan yang mencakup cybersecurity, terorisme, keamanan Laut China Selatan, pengembangan kapasitas TNI, dan intelijen.
Isu Laut China Selatan termasuk isu hulu-hilir yang mendapatkan respon secara internasional, regional, nasional, bahkan daerah. Tindakan China atas Laut China Selatan tidak terlepas atas klaim sepihaknya terkait nine dash line yang masuk dalam yurisdiksi perairan Indonesia di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Nine dash line sebutan garis putus-putus yang dibuat sepihak oleh China berdasarkan wilayah historis seluas 2 juta kilometer yang 90% diklaim China sebagai haknya.
Jika ditinjau dari hukum internasional, tindakan China tidak mengikat dan cenderung memaksa negara lain untuk mengakuinya (unilateral claim). Klaim yang ditujukan China tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Hukum laut internasional tidak mengenal traditional fishing ground, tapi yang ada hanya traditional fishing right di wilayah perairan kepulauan. Ketentuan ini harus diatur melalui perjanjian bilateral negara karena tidak ada satu kapal ikan asing yang bisa menangkap ikan di ZEE suatu negara tanpa izin dari negara pantainya.
Tindakan China mendekati potensi gas alam dinilai mengancam potensi pemanfaatan gas alam oleh pemerintah Indonesia. Merujuk pada ketentuan UNCLOS (United Nations Conventions of Law of the Sea) 1982 China tidak memiliki hak atas Zona Ekonomi Eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya alam (menangkap ikan dan eksplorasi) dengan jarak sebatas 200 mil laut. Wilayah Laut China Selatan masuk dalam ZEE Indonesia karena terletak dalam jangkauan 200 mil laut dari Kepulauan Natuna.
Tindakan China dapat dikategorikan sebagai ancaman terhadap keamanan dan kedaulatan laut internasional yang absurd karena sejak awal hukum laut internasional tidak mengenal historical title terhadap penentuan kepemilikan wilayah laut. Saat ini pemerintah Indonesia mengedepankan penggunaan soft power melalui diplomasi dan kerjasama internasional dan tidak mengantisipasi penggunaan hard power yang akan berimplikasi terhadap kepentingan nasional Indonesia.
Pemerintah Indonesia perlu segera melakukan sinkronisasi antara kebijakan pertahanan dan kebijakan luar negeri. Sehingga, antara Kementerian Pertahanan, TNI AL, TNI AU, dan Kementerian Luar Negeri dapat memberikan perhatian penting pada perkembangan kasus Laut China Selatan dalam program kerja tahunan.
Peninjauan ulang kebijakan dan strategi pertahanan yang sesuai dengan dinamika lingkungan strategis juga penting untuk terus didorong. Sebab, perkembangan lingkungan strategis sulit diprediksi akibat dari dinamika politik dan keamanan. Ini harus mempertimbangkan aspek penyelenggaraan negara yang dapat menyangkut aspek astagatra (demografi, geografi, dan sumber kekayaan alam) dan aspek gatra dinamis (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan).
Pemerintah di Indonesia perlu melakukan pembangunan kekuatan pertahanan yang mengacu pada essential force untuk menggantikan minimum essential force. Indonesia dapat menggunakan flash point dengan menetapkan Kepulauan Natuna sebagai daerah dengan potensi tinggi terjadinya ancaman actual. Hal tersebut digunakan sebagai dasar prioritas dibangunnya komposisi dan disposisi minimum essential force (MEF) secara bertahap dan berkesinambungan. Selanjutnya, pemerintah dapat berfokus pada pembangunan Kepulauan Natuna sebagai homebase kekuatan pertahanan Indonesia utamanya TNI AL dan TNI AU.