Sumpah Pemuda merupakan momen krusial dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Diresmikan pada 27-28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda II di Jakarta, sumpah ini diucapkan oleh pemuda dari berbagai daerah dan latar belakang. Sumpah Pemuda menjadi simbol persatuan dan harapan untuk kemerdekaan. Saat ini, Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tahun dengan tema yang mencerminkan semangat serta tantangan yang dihadapi pemuda dalam memajukan bangsa. Sejak ditetapkan sebagai hari nasional pada tahun 1959, Sumpah Pemuda tetap diingat sebagai momen penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Semangat sumpah pemuda terus digaungkan dari masa ke masa. Pada tahun 2024, pemerintah menggaungkan semangat sumpah pemuda lewat tema “Maju Bersama Indonesia Raya”. Tema ini dikembangkan menjadi 5 poin penting berupa peran pemuda sebagai pemuda yang peduli akan gizi anak-anak Indonesia demi menciptakan generasi yang sehat dan produktif; menjaga persatuan dalam keragaman dan berjuang untuk semangat ke-Indonesia-an; menjadi pemuda yang sehat, cerdas, kreatif, inovatif, dan berkarakter; berkontribusi dalam transformasi di bidang pendidikan, kesehatan, kepemimpinan, sosial budaya, teknologi, dan ekonomi; bekerja sama dengan masyarakat untuk menghasilkan pemuda yang maju, mandiri, dan profesional.
Gagasan ini tentunya menjadi harapan baru bagi generasi muda untuk lebih berkontribusi dalam kemajuan negara. Tren keterlibatan anak muda dalam pemerintahan dimulai sejak awal kemerdekaan dimana Presiden Soekarno mengangkat Supriyadi menjadi Menteri Keamanan Rakyat di Kabinet Presidensial ketika usianya baru menginjak 22 tahun. Selain itu, terdapat enam menteri muda lainnya di masa kepemimpinan Soekarno yaitu Soepono (Menteri Pembangunan/Pemuda pada Kabinet Hatta Pertama Indonesia), Satrio (Menteri Muda Kesehatan pada Kabinet Kerja I), Wikana (Menteri Negara Urusan Pemuda dalam kabinet Sjahrir kedua dan ketiga), Abdul Wahid Hasyim (Menteri Negara dan Menteri Agama pada era Orde Lama), Mohammad Rasjidi (Menteri Agama tahun 1946), Setiadi Reksoprodjo (Menteri Penerangan pada masa Orde Lama). Tren ini terus berlangsung pada era Orde Baru dimana pada era Soeharto masih ada beberapa menteri usia di bawah 40 tahun. Dari penjabaran tersebut terlihat bahwa peran pemuda sangat diperhitungkan dalam pemerintahan.
Sayangnya, keterwakilan akan anak muda dalam pemerintahan saat ini cenderung menurun dari waktu ke waktu. Kondisi ini terlihat jelas dari susunan Kabinet Merah Putih saat ini yang hanya memiliki satu menteri yang berusia di bawah 40 tahun yaitu Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo yang berumur 34 tahun. Selaras dengan keterwakilan anak muda di lembaga legislatif, studi dari CSIS menunjukan adanya penurunan pada pemilu 2024, komposisi anggota DPR terpilih yang berusia muda (di bawah 40 tahun) masih belum mencerminkan proporsi populasi muda, yang menurut data BPS (2022) mencapai 40 persen.
Hanya 15 persen anggota DPR terpilih di pemilu 2024 yang berusia di bawah 40 tahun, menurun dari 16 persen pada pemilu sebelumnya. Jika dilihat dari enam pemilu sejak 1999, persentase anggota DPR yang di bawah usia 40 tahun mencapai puncaknya pada pemilu 2009, yaitu 23,2 persen. Kondisi ini ditunjukan dari persentase anggota DPR yang berusia di bawah 40 tahun mengalami fluktuasi dimana pada tahun 1999 sampai 2009 mengalami kenaikan, namun sejak 2009 hingga sekarang terus mengalami penurunan.
Kondisi penurunan angka keterlibatan pemuda di parlemen dan pemerintahan itu patut menjadi kekhawatiran publik. Apakah suara-suara pemuda dapat tersampaikan hingga terbentuknya suatu kebijakan publik? Betul bahwa menteri dan DPR selalu berusaha menampilkan hal-hal yang sifatnya kekinian, tetapi hal itu tidaklah cukup. Seorang baby boomer tetaplah baby boomer, mereka tidak memiliki pengalaman menjalani kehidupan remaja bahkan usia dini dengan dihadapkan pada pesatnya kemajuan teknologi, sebagaimana millennial dan gen z. Ketiadaan pengalaman itu, layak dipertanyakan apakah kebijakan publik akan mampu relevan dengan perkembangan dan kemajuan zaman?
Jika berpedoman pada asta-cita Prabowo (memperkuat pembangunan sumber daya manusia, sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas) serta keselarasan dari komposisi pemerintahan saat ini, maka adanya kekhawatiran akan penurunan kualitas generasi muda disebabkan kurangnya peran anak muda dalam pemerintahan.
Walaupun kurangnya kontribusi anak muda dalam pemerintahan, bukan berarti semangat Sumpah Pemuda luntur begitu saja. Dengan terus memegang teguh nilai-nilai sumpah pemuda, harapannya semakin banyak pemuda yang bisa menembus parlemen dan kabinet. Untuk memastikan suara pemuda bisa sampai dipertimbangkan saat pengambilan keputusan publik. Semoga dengan formasi pemerintahan saat ini, pemuda tetap dapat memiliki akses untuk memastikan kebijakan publik tetap relevan dengan perkembangan zaman.