Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengkaji hasil revisi UU BUMN yang telah ditetapkan dan berlaku sejak Februari 2025. UU Nomor 1 Tahun 2025 merevisi UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU BUMN terbaru memuat pasal yang menerangkan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
Sedangkan, KPK menggunakan UU 19/2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memuat aturan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum hingga penyelenggara negara. Menghapus pejabat BUMN dari status penyelenggara negara menjadi kritik publik mengenai penyempitan ruang gerak KPK.
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, melalui keterangannya, menyampaikan bahwa pergerakan KPK harus mengikuti aturan yang ada. Sebabnya, KPK melakukan kajian terhadap revisi UU BUMN.
“KPK ini kan pelaksana undang-undang, aturan yang ada tentu harus dijalankan. Penegakan hukum tidak boleh keluar dari aturan hukum,” ujar Tessa, di Gedung Merah Putih, pada Jumat (2/5).
Pihaknya menegaskan bahwa melalui kajian yang dilakukan terhadap revisi UU BUMN, KPK akan memberikan masukan kepada pemerintah, terlebih Presiden Prabowo. Hal itu tak terlepas dari komitmen presiden untuk serius dalam pemberantasan korupsi.
“Nah, KPK tentu akan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah Bapak Prabowo Subianto, mana yang perlu ditingkatkan, mana yang perlu diperbaiki. Tentunya hal ini menjadi salah satu concern KPK, ya termasuk salah satunya undang-undang BUMN,” pungkas Tessa.
Menteri BUMN, Erick Thohir, membantah atas persepsi publik yang menilai pejabat BUMN akan kebal hukum. Pihaknya menegaskan kasus korupsi tetap bisa diusut dan dibawa ke jalur hukum, tidak perlu memandang status sebagai penyelenggara negara atau bukan.
“Kalau kasus korupsi mah, ya, tetap aja dipenjara. Kalau korupsi, ya, korupsi. Enggak ada hubungan dengan penyelenggara negara atau tidak penyelenggara negara,” tegas Erick, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (5/5).
Penting diketahui, telah banyak kasus korupsi melibatkan direksi BUMN yang ditangani oleh KPK. Mengutip dari Tempo, setidaknya ada 10 kasus yang masing-masing berdampak pada kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.
Data yang dihimpun oleh ICW, sepanjang 2016-2021 di lingkungan BUMN tercatat sedikitnya 119 kasus korupsi dengan rincian 9 kasus pada tahun 2016, 33 kasus pada 2017, 21 kasus pada 2018, 20 kasus pada tahun 2019, 27 kasus pada tahun 2020, dan 9 kasus pada 2021. Kerugian negara setidaknya mencapai Rp47,9 triliun.
Jika dilihat dari waktu pengesahan revisi UU BUMN pada bulan Februari lalu, dilakukan bersamaan dengan meningkatnya kritik publik terhadap korupsi di Indonesia. Kala itu, jagad maya tengah diramaikan dengan ‘Klasemen Liga Korupsi Indonesia’ yang di dalamnya memuat sejumlah nama perusahaan plat merah.