Aksi Massa Melawan Politik Dinasti

Suasana Demonstrasi di Jl. Abu Bakar Ali dan jalan Malioboro, Yogyakarta, 22 Agustus 2024.

Yogyakarta, SCI –  Kamis (22/08/24), elemen masyarakat dan mahasiswa Yogyakarta kembali melakukan aksi turun ke jalan sebagai bentuk protes terhadap manuver politik terbaru dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Sebelumnya, penetapan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap Pasal 169 Huruf Q UU No. 7 Tahun 2017 membuka peluang bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Joko Widodo (Presiden Republik Indonesia), untuk menjadi Calon Wakil Presiden Republik Indonesia (Cawapres) dalam kontestasi Pemilihan Umum 2024 silam. Baru baru ini, pada 21 Agustus 2024, upaya culas mencederai demokrasi Indonesia kembali muncul dalam upaya DPR-RI untuk menganulir penetapan Putusan MK tersebut yang mengatur ambang batas dan syarat usia calon kepala daerah di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mendatang.

 

Upaya untuk menganulir putusan tersebut terjelma pada upaya pengabaian Putusan MK melalui pembahasan Revisi UU Pilkada oleh Baleg DPR pada tanggal 21 Agustus 2024. Pada proses ini, alih-alih patuh terhadap Putusan MK yang bersifat final dan mengikat secara hukum, Baleg DPR justru mengambil manuver dengan mengakomodasi Putusan MA yang melancarkan pelanggengan dinasti Jokowi. Proses pembahasan RUU Pilkada yang berjalan terlalu cepat dan dilakukan untuk mengakomodasi kepentingan Presiden Joko Widodo agar putra bungsu laki-lakinya, Kaesang Pangarep, dapat melenggang masuk ke arena Pilkada kemudian memicu amarah rakyat.

 

Selain itu, fenomena pembentukan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang memasukkan partai-partai besar (Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PSI, PBB, Gelora, Garuda, Prima, PKS, PKB, PPP, Perindo dan NasDem) ke dalam koalisi partai politik dilansir menunjukkan bahwa demokrasi telah kehilangan fungsi utamanya yaitu check and balances. Di samping itu, koalisi gemuk ini diproyeksikan untuk dijalankan tidak hanya di DKI Jakarta saja tetapi juga di seluruh daerah di Indonesia, yang memungkinkan terjadinya fenomena calon tunggal melawan kotak kosong pada Pilkada mendatang.

 

Terbakar oleh api amarah tersebut, masyarakat Indonesia secara bersamaan melakukan aksi demonstrasi di berbagai tempat, misalnya Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan lain-lainnya. Di Yogyakarta sendiri, aksi ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat dan juga mahasiswa. Aksi dimulai pada pukul 10:00 WIB dimana masyarakat berkumpul di Lapangan Parkir Abu Bakar Ali. Rute yang diambil adalah Lapangan Parkir Abu Bakar Ali, kemudian long march di sepanjang Jl. Malioboro, dan berhenti di Titik 0 KM Yogyakarta, di depan Istana Kepresidenan Yogyakarta. Aksi dihadiri oleh ratusan hingga ribuan warga yang secara bahu-membahu menyampaikan aspirasinya atas fenomena pelemahan demokrasi yang baru-baru ini terjadi di Indonesia.

 

Adapun beberapa tuntutan yang diserukan antara lain adalah:

  • Menolak RUU Pilkada dan mendorong Putusan MK untuk dipatuhi dan dijalankan,
  • Melawan politik dinasti dan sisa-sisa Orba,
  • Merombak UU Partai Politik dan UU Pemilu,
  • Menuntut Anggota DPR untuk mengembalikan demokrasi ke tangan rakyat,
  • Mengajak seluruh masyarakat untuk menjadi oposisi pemerintah,
  • Menuntut terwujudnya pemerintahan yang bersih, inklusif, dan menjunjung tinggi nilai demokrasi,
  • Menuntut terwujudnya reformasi politik dan pengadilan koruptor,
  • Menangkap dan mengadili penjahat Hak Asasi Manusia, dan
  • Mendorong terbangunnya oposisi dan persatuan rakyat.

 

Aksi berjalan dengan damai dan terorganisasi walaupun terdapat beberapa provokasi dari pihak-pihak yang tidak diketahui latar belakangnya. Dalam aksi tersebut, terlihat beberapa atribut kampus seperti UGM, UII, UST, UNY, dan UMY. Selain mahasiswa, beberapa dosen dan tenaga kependidikan kampus-kampus tersebut juga terlihat membersamai jalannya aksi masyarakat. Berakhir pada pukul 15.00 WIB, tercatat tidak ada aksi baku hantam dan juga kerusuhan yang mewarnai, serta tidak tercatat adanya korban meninggal. Aksi juga direkam dan disiarkan secara langsung oleh berbagai kanal televisi.

 

Sebagai tindak lanjut atas aksi, masyarakat diimbau untuk memantau dan mengawal perkembangan isu tersebut sampai tanggal 29 Agustus 2024 yang merupakan hari terakhir pendaftaran calon Kepala Daerah untuk mencegah adanya intrik licik dari DPR-RI untuk meloloskan RUU Pilkada. Melalui aksi ini, diharapkan kesadaran akan tumbangnya demokrasi semakin menyebar ke lini akar rumput dan bahwa dengan bergerak bersama-sama, rakyat memiliki kekuatan dan hak penuh untuk mengembalikan demokrasi ke kehormatannya semula.